Dari uraian sebelumnya dapat kita ketahui bahwa 'ashabah bil ghair adalah setiap wanita ahli waris yang termasuk ashhabul furudh, dan akan menjadi 'ashabah bila berbarengan dengan saudara laki-lakinya. Misalnya, anak perempuan menjadi 'ashabah bila bersama saudara laki-lakinya (yakni anak laki-laki pewaris). Saudara kandung perempuan ataupun saudara perempuan seayah menjadi 'ashabah bil ghair dengan adanya saudara kandung laki-laki ataupun saudara laki-laki seayah. Dalam hal ini bagi yang laki-laki mendapat dua kali lipat bagian perempuan.
Adapun 'ashabah ma'al ghair adalah para saudara kandung perempuan ataupun saudara perempuan seayah bila berbarengan dengan anak perempuan, dan dalam hal ini mereka mendapatkan bagian sisa seluruh harta peninggalan sesudah ashhabul furudh mengambil bagian masing-masing. Tampak semakin jelas perbedaan antara dua macam 'ashabah itu, pada 'ashabah bil ghair selalu ada sosok 'ashabah bi nafsih, seperti anak laki-laki, cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, saudara kandung laki-laki dan saudara laki-laki seayah. Sedangkan dalam 'ashabah ma'al ghair tidak terdapat sosok 'ashabah bi nafsih.
Jadi, secara ringkas, pada 'ashabah bil ghair para 'ashabah bi nafsih menggandeng kaum wanita ashhabul furudh menjadi 'ashabah dan menggugurkan hak fardh-nya. Sedangkan 'ashabah ma'al ghair tidaklah demikian. Seorang saudara perempuan sekandung atau seayah tidak menerima bagian seperti bagian anak perempuan atau cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki. Akan tetapi, anak perempuan atau cucu perempuan keturunan anak laki-laki mendapat bagian secara fardh, kemudian saudara perempuan sekandung atau seayah mendapatkan sisanya. Inilah perbedaan keduanya.
Dapatkah Seseorang Mewarisi dari Dua Arah?
Kita mungkin sering mendengar pertanyaan seperti itu, dan tentu saja hal ini memerlukan jawaban. Maka dapat ditegaskan bahwa seseorang bisa saja mendapatkan warisan dari dua arah yang berlainan, misalnya ia sebagai ashhabul furudh dan juga sebagai 'ashabah, atau satu dari arah fardh dan yang kedua dari arah karena rahim. Agar persoalan ini lebih jelas, saya sertakan contoh:
Seseorang meninggal dunia dan meninggalkan seorang nenek, saudara laki-laki seibu, dan seorang suami, yang juga merupakan anak paman kandung pewaris. Maka pembagiannya sebagai berikut: Untuk nenek seperenam (1/6), saudara laki-laki seibu seperenam (1/6), suami setengah (1/2) sebagai fardh-nya, dan sisanya untuk suami sebagai 'ashabah karena ia anak paman kandung.
Contoh lain: seorang suami meninggal dunia dan meninggalkan dua anak perempuan, bibi (saudara ibu) yang salah satunya menjadi istrinya. Maka pembagiannya seperti berikut: sang istri mendapat bagian seperempat sebagai fardh-nya karena adanya ikatan perkawinan, dan hak lainnya ialah ikut mendapat bagian sisa yang ada karena ikatan rahim.
0 comments:
Post a Comment